ALIF MADIYYAH
TERSULIT DALAM AL-QUR’AN
(Munaqil : H. Jamil
Munawir)
A. Pengantar
Alif ( ا )merupakan salah satu
huruf dari 29 huruf hijaiyyah, satu-satunya huruf yang unik penuh
rahasia, tidak berbunyi, tidak pernah menerima harokat (fathah, dhommah,
kasroh atau sukun)dantidak pernah menerimaimbuhan lain (nun mati, tanwin
atau huruf mad). Keberadaan alif, kadang-kadang ada tetapi pada kondisi
tertentu dapat tidak ada, antara ada dan tidak ada.Bentuk huruf alif
selamanya tetap tidak berubah, tanpa pengaruh apapun.Apakah ditulis dengan
menyendiri (ifrodh), pada awal kalimah (ibtida), ditengah-tengah
kalimah (wasath) atau di akhir kalimah (thorof).Hal ini tentu
sangat berbeda jauh dengan cara penulisan huruf-huruf lain selain huruf alif.
Sesuai dengan kebutuhan rosam, maka huruf alif dapat ditemukan
dalam bentuk tegak lurus (mamdudah) atau berbentuk huruf ‘ya’( ى ) tanpa titik (maqshuroh).
Dalam praktek keseharian
terutama bagi orang awam banyak terjadi kesimpangsiuran dan tidak dapat
membedakan antara huruf Alif ( ا ) dengan huruf Hamzah ( أ ), padahal antara kedua huruf tersebut terdapat perbedaan yang
sangat jelas, apakah dari segi bentuk tulisan, ma’na dan tujuan serta
pelafalannya. Pembahasan pada tulisan ini hanya dibatasi tentang sebagian dari alif
madiyyah mamdudah saja, belum alif-alif lain. Mudah-mudahan pada
tulisan berikutnya disajikan pembahasan tentang Alif Madiyyah
Maqshuroh,Alif Madiyyah Nafsul kalimah, Hamzah Nafsul Kalimah, Ya Madiyyah,
Wawu Madiyyah dan lain-lain yang dianggap perlu. Selanjutnya Alif
Madiyyah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam huruf yang mempunyai ma’na
tertentu (harf lahu ma’nan) dan huruf yang tidak mempunyai ma’na (harf
bi goiri ma’nan) tetapi mempunyai tujuan tertentu.
a) Alif
berma’na (harf lahu ma’nan)
Alif berma’na ini dikenal
dengan istilah alif muhmal yang berma’na untuk tujuan ;
1) Inkari (penolakan), seperti:أَعَمْرَاهْ! ( masa iya si Amar, itu bukan si Amar)
2) Tidzkar (mengingatkan),
seperti:سَلَاسِلَا(rantai neraka,
ingatlah)
3) ‘Alamat Tatsniyyah (tanda tatsniyyah,
menunjukkan dua) seperti:وَلَدَانِ
4) Kaffah (menyeluruh),
seperti:بــَيــْنــَا
نــَحـْنُ
5) Fasilah (pemisah antara
nun taukid dan nun niswah, seperti: اِجْـلِسْـنـَانِ
6) Nudbah (meratap), seperti:وَامـُحـَمَّــدَاهْ
7) Ta’ajjub (keheranan,
kebanggaan, takjub), seperti:ياَ عــَجَبـَا
8) Isytighotsah (minta pertolongan),
seperti:يـَا
رَجـُلَا
9) Kulliyyah (keseluruhan, bukan
sebagian), seperti ; مـِائـة
10) Ma’dumiyyah (tidak
ada, dalam angan-angan), seperti لـِشـايْءٍ
11) Takhshish (tertentu), seperti:السَــبـِيْــلاَ, (pada surat Al-Ahzab ayat
67)
12) Ibdal (pengganti)dari nun
taukid, seperti :لــَــنـَـسْـــفَــعـًـا
13) Dll.
b) Alif
tanpa ma’na (harf bi goiri ma’nan)
Alif tanpa ma’na ini
dikenal dengan nama Alif Layyinah, antara lain ;
1. Taknits, seperti: حـُـبـْـلـَى
2. Ithlaq atau isyba’, seperti:سَلاسِلا (pada surat Al-Insan ayat 4)
3. Ilhaq, seperti:مَــنَــا
4. Muqobalah, seperti:قـَامـُـوْا
5. Jama’
taksir, seperti:مـَفـَاعِــل
6. Fashilah, seperti:آ أنْــتَ
7. Ibdal;
a. dari nun
mati seperti:إِذًا(pada surat An-Nisaa
ayat 67 )
b. dari
tanwin mansub, seperti:حَـكـِـيْـمًا
c. dari
hamzah, seperti :أاعْجـَمـِيُّ( Fushshilat ; 44 ),ءادم
8. Takhollus, seperti:قُلْنَا اْهبِطُوا(pada surat Al-Baqoroh
ayat 38 )
9. Mahdzufah, seperti:فِيْمَ أَنْتَ(pada surat An-Naazi’at
ayat 43 ), أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ
10. Ihtimal, seperti:ثـمُـوْدَا (pada surat Huud
ayat 68 )
11. Shillah, seperti: لـكِــنّـا هُـوَ(pada surat Al-Kahfi
ayat 38 )
12. Idhmar,seperti: الزكوٰة – الحيوٰة – الصلوٰة – الربوٰا – كمشكوٰة – النحوٰة – بالغدوٰة
– منوٰة
13. Mufaroqoh, seperti: أنَــا (banyak terdapat dalam Al-Qur’an)
14. Dll.
B. Alif
tersulit dalam Al-Qur’an
Sudah menjadi pengetahuan
umum bahwa bila satu kalimat terdapat huruf alif, maka harus dibaca panjang,
karena alif merupakan salah satu dari huruf mad.Tidak demikian
halnya dalam Al-Qur’an. Maksudnya tidak semua alif dibaca panjang tetapi
berhubungan erat dengan cara membaca kalimat tersebut, apakah diwaqofkan
(berhenti) atau diwashalkan (berlanjut). Berikut ini beberapa kalimat
dalam Al-Quran dimana terdapat alif yang dianggap sulit dalam maksudnya maupun
cara membacanya, apakah dibaca panjang atau tidak, yaitu antara lain :
1. ألف أنا )ضمير
المتكلم( :أنا أكثر منك مالاً وأعز نفراً, (الكهف 34).
2. ألف لكنَّا : لكنا
هو الله ربي, (الكهف 38).
3. ألف
الظنونا : وتظنون بالله الظنونا, (الأحزاب 10).
4. ألف
الرسولا: وأطعنا الرسولا, (الأحزاب 66).
5. ألف
السبيلا : فأضلونا السبيلا, (الأحزاب 67).
6. ألف
قواريرا : كانت قواريرا,(الإنسان 15).
7. ألف سلاسلا:إنا أعتدنا
للكافرين سلاسلا, (الإنسان 4).
8. ألف
لنسفعا : لنسفعاً بالناصية, (العلق 15).
9. ألف إذاً
المنون : وإذا لا يلبثون خلافك إلا قليلاً (الإسراء 76).
10. ألف المنون
المنصوب : اهبطوا مصراً , عليماً حكيماً
11. ألفثَمُودَا:أَلا إِنَّ
ثَمُودَا كَفَرُوا رَبَّهُمْ,وَعَاداً وَثَمُودَا وَأَصْحَابَ الرَّسِّ وَعَاداً
وَثَمُودَا وَقَدْ تَبَيَّنَ لَكُمْ مِنْ مَسَاكِنِهِمْ,وَثَمُودَا فَمَا أَبْقَى
C. Penjelasan
Untuk lebih mengenal Alif
Mad tentang nama dan cara membacanya, maka disajikan secara ringkas
dalam bentuk tabel sebagai berikut :
NO
|
LAFADH
|
SURAT
|
AYAT
|
ALIF
|
MAD
|
KETERANGAN
|
1
|
أنا
|
Berbagai surat, dsj
|
-
|
Layyinah Fariqoh
|
Thobi’i Fariqoh
|
Waqof : panjang
Washol : pendek
|
2
|
لكنَّا
|
Al-Kahfi
|
38
|
Layyinah Sillah
|
Thobi’i Sillah
|
Waqof : panjang
Washol : pendek
|
3
|
الظنونا
|
Al-Ahzab
|
10
|
Muhmalah Takhshish
|
Thobi’i Takhshish
|
Waqof : panjang
Washol : pendek
|
4
|
الرسولا
|
Al-Ahzab
|
66
|
Muhmalah Takhshish
|
Thobi’i Takhshish
|
Waqof : panjang
Washol : pendek
|
5
|
السبيلا
|
Al-Ahzab
|
67
|
Muhmalah Takhshish
|
Thobi’i Takhshish
|
Waqof : panjang
Washol : pendek
|
6
|
قواريرا
|
Al-Insan / Ad-Dahr
|
15, 16
|
MuhmalahTakhshish
|
Thobi’i Takhshish
|
Waqof : panjang
Washol : pendek
|
7
|
سلاسلا
|
Al-Insan / Ad-Dahr
|
4
|
MuhmalahTidzkar
|
Thobi’i Tidzkar
|
Waqof : panjang
Washol : pendek
|
8
|
لنسفعا
|
Al-‘Alaq
|
15
|
Muhmal Ibdal Taukid
|
‘Iwadh
|
Waqof : panjang
Washol : Iqlab
|
9
|
إذاً
|
Al-Isro
|
76
|
Muhmal Ibdal Munawwan
|
‘Iwadh
|
Waqof : panjang
Washol: Idhgom
|
10
|
حكيماً
|
Berbagai surat, dsj
|
Layyinah Ibdaliyyah
|
‘Iwadh
|
Waqof : panjang
Washol ; sesuai
|
|
11
|
إهبطوا
|
Berbagai surat, dsj
|
Layyinah Muqobalah
|
Bukan Mad Tobi’i
|
Waqof dan washal sama
|
|
12
|
ثَمُودَا
|
Huud
|
68
|
Layyinah Ihtimaliyyah
|
Bukan Mad Tobi’i
|
Waqof : pendek
Washol : pendek
|
13
|
ثَمُودَا
|
Al-Furqon
|
38
|
Layyinah Ihtimaliyyah
|
Bukan Mad Tobi’i
|
Waqof : pendek
Washol : pendek
|
14
|
ثَمُودَا
|
Al-‘Ankabut
|
38
|
Layyinah Ihtimaliyyah
|
Bukan Mad Tobi’i
|
Waqof : pendek
Washol : pendek
|
15
|
ثَمُودَا
|
An-Najm
|
51
|
Layyinah Ihtimaliyyah
|
Bukan Mad Tobi’i
|
Waqof : pendek
Washol : pendek
|
16
|
اهدنا
|
Berbagai surat, dsj
|
Layyinah Nafsulkalimah Takhollush
|
Mad Tobi’i Takhollush
|
Waqof : panjang
Washol : sesuai
|
|
17
|
مائة
|
Al-Kahfi
|
25
|
Muhmalah tanbih
kulliyyah
|
Bukan Mad Tobi’i
|
Dibaca seperti tanpa alif
|
18
|
لشايء
|
Al-Kahfi
|
23
|
Muhmalah ma’dumiyyah
|
Bukan mad bila washol, waqof ; mad
lin
|
Dibaca seperti tanpa alif
|
19
|
تَبُوءا
لَتَنوءا
|
Al-Maidah
Al-Qoshos
|
29
76
|
Muhmalah Tafshiliyyah
|
Thobi’i Tafshili
|
Waqof : panjang
Washol : pendek
|
20
|
وملائه
|
Al-A’rof
Yunus
Az-Zukhruf
|
103
75
46
|
Muhmalah Tanbihiyyah
Tafsiliyyah
|
Bukan mad
|
Dibaca seperti tanpa alif
|
21
|
لا تايئسوا
لا يايئس
أفلم يايئس
|
Yusuf
Yusuf
Ar-Ro’du
|
87
87
31
|
Muhmalah intidzoriyyah
|
Bukan mad
|
Dibaca seperti tanpa alif
|
22
|
ليربوا
|
Ar-Rum
|
39
|
Layyinah Idh’afiyyah Taqliliyyah
|
Bukan mad
|
Dibaca seperti tanpa alif
|
23
|
الصلوٰة
|
An-Nisa
|
103
|
Layyinah Idhmariyyah
|
Mad Tobi’i
|
Dibaca panjang
|
Catatan : dsj = dan sejenisnya, lebih dari satu kata, banyak
terdapat dalam Al-Qur’an
D. Analisa Lafadh
1. Lafadh أنا
(saya), isim dhomir lil mutakallim wahdah.
Bentuk asal penulisan
lafadh أناadalah أن tanpa tambahan huruf alif, namun cara penulisan tersebut akan
tertukar (iltibas) dengan lafad أنَّ(sesungguhnya ; salah
satu harf nawasikh sughro) , dan lafad أنْ(agar, supaya ; salah satu ‘amil nawasib). Agar tidak terjadi
kesalahan tentang أنَ yang artinya ‘saya’
dan أنّ yang artinya ‘sesungguhnya’ juga dengan أنْ yang artinya ‘agar atau supaya’, maka أن yang berarti ‘saya’ ditambah alif fariqoh sebagai
pembeda dari pada ketiga bentuk lafadh أن. Maka bentuk akhir
daripada أنَyang mempunyai arti
‘saya’menjadi أنا.Keberadaan alif tersebut
adalah ‘aridhi (terbarukan) bukan huruf asal kalimat (Nafsulkalimah).
Hamzah huruf asal, nun huruf asal dan alif huruf ‘aridhi. Bila penulisan
lafad أنا selain pada
Al-Qur’an ditulis أنَ , penulisan
semacam ini tidak menyalahi aturan kaidah rasamlugowi, bahasa arab.
Sedangkan penulisan lafad أنا(dengan tambahan alif)
pada Al-Qur’an, merupakan kaidah rasam Usmani (Cara penulisan
bentuk huruf pada lafadh ayat Al-Qur’an berdasarkan ketetapan Khalifah
Sayyidina Utsman bin Affan ra).Untuk alasan tersebut, maka ulama qiroat
bersepakat bahwa bila wakaf pada lafadhأنا maka dibaca panjang seukuran dua harokat, sedangkan bila
diwashalkan tidak boleh dibaca panjang pada huruf nun. Walaupun
waqof pada lafad أنا yang tersebar dalam berbagai ayat, tidak termasuk baik (hasan).Wallohu
a’lam.
2. لكنّا هو الله ربّـي, Al-Kahfi ayat 38
Satu-satunya
lafad لكِنّاdalam Al-Qur’an yang pada
huruf nun tidak boleh dibaca panjang. Karena lafadلكِنّا bukan gabungan dari dua kataلكِنْ(istidrok) dengan نَا(dhomir mutakallim ma’al qoir atau dhomir
mutakallim muadzdzom nafsah), sebagaimana anggapan sebagian orang. Bila
demikian, maka lanjutannya bukanربّي tetapiربّـنا. Asal kalimatلكِنّاtersebut adalahلكِنْ أنـَا, kemudian harkat fathah pada
hamzah dipindahkan (naqlul harokah) kepada huruf nun yang mati,
selanjutnya hamzahnya dihilangkan untuk lebih meringankan bacaan (hadzf
littakhfif) dan dua huruf nun yang berharkat sama disukunkan salah satunya
kemudian diidgomkan (dimasukkan satu huruf kepada yang lainnya), maka
menjadi لكنا:Tahapanperubahannya ;
( لــَـكِنْ أنـَا ـــــ لــَكِـنَـئـْـنـَا – لـَكِــنَـــنـَا -لــَكِـــنـْــنـَا
– لــَكِـنـّــَا). Cara membaca لكِــنـّـا pada sa’at diwakafkan atau diwasholkan sama persis seperti pada
lafadh أنا, karena asal kata لكنا adalahلكن أنا .Yang membedakan adalah nama alifnya, bila pada
lafadh انا disebutalif fariqoh (pembeda),
sedangkan pada لكناdisebutalif sillah (penghubung).
Ma’na firman Alloh swt.padasurat Al-Kahfi ayat 38 tersebut adalah ;ولكِن أنَا أقُول: هُو
الله ربّي (Tetapi saya
mengatakan dan meyakini, bahwa Alloh adalah Tuhanku) . Wallohu
a’lam.
3. الظُّـنـُوْنـَـا(sangkaan, prasangka),Al-Ahzab 10
Pada rasam lugowi cara
penulisan lafadh الظنونا ditulis
tanpa tambahan alif (الظُّنونَ ) , namun
pada rasam Usmany ditambahkanalif takshis (tertentu, khusus), bukan
sembarang alif tetapi penambahan alif tersebut mempunyai maksud
tertentu.Lafadh الظنونا bermakna bukan
‘prasangka’ lain tetapi “prasangka tertentu” atau “prasangka khusus”,
yaitu keyakinan orang-orang mukmin (dulu : sahabat Rasululloh)
untuk mendapatkan pertolongan dari Alloh swt. Cara membaca الظنونا, bila waqof dibaca panjang pada nun, sedangkan bila
diwashalkan harus dibaca pendek seakan-akan tanpa ada alif muhmalah
takshisiyyah tersebut.Wallohu a’lam.
4. الرسولا,Al-Ahzab ayat ; 66
Sudah menjadi pengetahuan
umum berdasarkan ilmu Nahwu, bahwa bila satu kalimat dimulai dengan الta’rif(Hamzah washol dan lam
ma’rifat) maka tidak ada tambahan ‘alif munawwan’ di akhir
kalimat tersebut.Maksudnya diantara keduanya tidak boleh bersamaan
(berbarengan, bergabung) pada satu kalimat, hanya dapat dipilih salah satunya.
Namun dalam kalimat الرسولا pada surat
Al-Ahzab ayat ; 66, keduanya berada bersamaan pada satu kalimat رسول. Tambahan alif ini sebenarnya bukan alif munawwan,
tetapi alif takshishuntuk mengingatkan pembaca bahwa yang
dimaksud dengan ‘rasul’ (utusan khusus Alloh) itu adalah Nabi
Muhammad saw., bukan rasul-rasul yang lain. وأطعنا الرسولا , artinya ; “… dan kita akan selalu menta’ati dan mengingat
segala perintah Nabi Muhammad saw., bukan perintah dari nabi-nabi yang
lainwalaupun tetap percaya atas kerasulan mereka”.Cara membaca الرسولا, bila waqof dibaca panjang pada lam, sedangkan bila
diwashalkan harus dibaca pendek seakan-akan tidak ada alif
muhmalahtakhshishiyyah.Wallohu a’lam.
5. السَـبـِيْـلا , Al-Ahzab ayat : 67
Alif pada
kalimat السبيلاini disebut alif
muhmalah takhshishiyyah (khusus, tertentu). Arti dari ‘sabil’ adalah’
jalan’ (pada ayat lain memakai kata صِرَاط ), tetapi yang dimaksud dengan ‘jalan’ ini adalah agama. Jadi السبيلا itu adalah agama tertentu, agama yang berdasarkan wahyu, bukan
agama yang berdasarkan akal atau budaya, tetapi agama yang benar yaitu agama
Islam. Sedangkan bila kata السبيل(tanpa tambahan huruf alif) dapat berarti agama dan dapat
dimaknai agama secara umum, agama lain selain agama Islam. Pengertian semacam
ini merupakan pemahaman yang salah dan tidak sesuai dengan yang dimaksud
dengan kandungan ayat.Cara membaca السبيلا, bila waqof dibaca panjang pada lam, sedangkan bila
diwashalkan harus dibaca pendek seakan-akan tidak ada alif takshis tersebut.Wallohu
a’lam.
6. قـَوَارِيْـرَا
Alif pada kata قواريرا sama persis dengan alif pada السبيلا , yaitu disebut alif muhmalah takhshishiyyah (khusus,
tertentu). Arti قوارير (tanpa tambahan alif)
adalahberbagai jenis dan berbagai macam kaca.Dengan tambahan alif
pada قواريرا ,makayang dimaksud
dengan kaca disini adalah ‘kaca khusus’, kaca tertentu bukan kaca dunia yang
kita kenal dan kaca yang belum dikenal. Tetapi berbagai jenis dan beranekaragam
kaca tertentu yang sangat indah dan sangat banyak terdapat di berbagai tempat
di sorga. Kita sudah mengenal dan mengetahui tentang ‘kaca’, atau kita dapat
membayangkan ‘kaca’ masa depan, tetapi semua gambaran tentang kaca yang ada
dalam pikiran kita adalah semuanya ‘kaca’ dunia yang dibuat oleh manusia dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maksud dari قواريرا adalah berbagai jenis dan bermacam ragam kaca yang sangat indah di
surga nanti, tetapi kita tidak pernah dan tidak akan pernah bahkan tidak
mungkin dapat membayangkan kaca surga tersebut. Ungkapan bahasanya
sama-sama قوارير (qowarir)artinya
sama yaitu ‘kaca’, tetapi hakikatnya tidak sama, tidak dapat dipersamakan atau
diperbandingkan antara kaca surga dengan kaca dunia, kaca surga jauh lebih
indah dari kaca dunia yang paling indah sekalipun. Begitu juga dengan
benda-benda surga yang lain, hakikatnya tidak sama dengan
benda dunia yang kita kenal, persamaannya hanya pada penamaan benda tersebut.
Namanya sama tetapi hakikatnya berbeda.Cara membaca قواريراpada ayat ke-15 dan ayat ke-16surat Al-Insan tersebut, bila waqof
dibaca panjang pada hurufroatau sukun (mati) pada ro,
sedangkan bila diwashalkan harus dibaca pendek seakan-akan tanpa ada alif
takshis tersebut.Wallohu a’lam.
7. سَلاسِلا , Al-Insan ayat ; 4
Lafadh سلاسلا merupakan bentuk jamak dari سِلـْسِـلـَةyang artinya ‘rantai-rantai’. Bentuk jamak ini termasuk
kelompok jamak taksir littaktsir wazan muntahal jumu’. Lafadhسلاسلا ini dikenal dengan nama isim goer munshorif yang
tidak pernah menerima tanwin. Alif pada lafadh سلاسلا disebut alif layyinah ithlaqiyyah atau alif layyinah
isyba’iyyah atau alif muhmalah tidzkariyyah . Dengan tambahan
alif pada lafadhسلاسلا mengandung makna untuk mengingatkan
kita bahwa bukan sembarang rantai tetapi ‘rantai neraka’ yang tidak diketahui
bagaimana bentuk, rupa, warna, panjang, berat dan suhu serta bahan asalnya.
Apakah rantai-ratai tersebut digunakan sebagai cambuk, penggantung,penjerat,
pengikat tangan, kaki, leher atau badan.Wallohu’alam.Itulah rantai yang
absolut, rantai muthlaq.Yang jelas rantai tersebut berbagai macam ragamnya,
banyak sekali tak terhitung banyaknya, lebih banyak dari penghuni
neraka.Rantai-rantai tersebut telah ada dan telah tersedia sebagai alat
perlengkapan penyiksaan bagi ahli neraka, terutama diperuntukkan bagi
orang-orang kafir dan pengikut-pengikutnya.Na’udzubillah. Cara
membaca سلاسلا, bila waqof dibaca mati
pada huruf lamatau panjang pada ro seukuran 2
harokah, sedangkan bila diwashalkan harus dibaca pendek seakan-akan tidak
ada alif ithlaq atau alif isyba’ tersebut.Wallohu a’lam.
8. لـنَـسْـفَعـًا
Alif pada lafadh لنسفعا adalah alif pengganti dari nun taukid khofifah(bacaan
nun mati ringan tanpa syaddah dan berfungsi sebagai penguat), cara penulisan
asalnya لنسفعنْ. Keberadaan alif
ibdal (pengganti) tersebut adalah bila diwaqofkan, sedangkan bila
dibaca washal maka tetap kembali kepada asalnya yaitu dengan nuntaukid
khofifah. Namun dalam penulisannya diganti dengan alif yang bertanwin
(fathatain) sebagai pengganti dari nun mati, karena cara membaca nun
mati( لنسفعنْ) sama dengan
tanwin لنسفعًا ) (akan berbunyi sama,
tidak berbeda sedikitpun.Sebab tanwin itu adalah nun tambahan
yang mati pada bacaan dan tidak tertulis pada tulisan maupun waqof.Keberadaan
alif tersebut sama dengan fungsi dari nun taukid yaitu sebagai penguat, yang
bermakna “… benar-benar kami akan menarik(melemparkan) dengan
paksa … “. Cara membaca لنسفعا, bila waqof dibaca panjang pada huruf nun, sedangkan
bila diwashalkan harus dibaca iqlab (karena setelahnya terdapat huruf ba),seakan-akan
alif tersebut adalah nun mati.Wallohu a’lam.
9. إذا, Al-Isro ; 76
Alif pada إذا adalah alif layyinah ibdaliyyah munawwan (lentur
sebagai pengganti tanwin, fathatain). Cara membacanya, bila
diwaqofkan seperti mad iwadh lainnya. Karena lafadh إذا asalnya ditulis dengan nun mati ;إذن. Lafadh إذا dengan tanwin
berbeda dengan إذن tanpa tanwin.
Arti إذاdengan tanwin adalah‘pada
sa’at kejadian itu’ atau ‘bila pada sa’at itu terjadi’, sedangkan artiإذاtanpa tanwinadalah ‘apabila’. Begitu juga dalam madnya,إذاmerupakan mad iwadh sedangkanإذا adalah mad tobi’i ashli. Ukuran panjang
mad iwadh antara dua harokat sampai dengan empat harokah, sedangkan mad tobi’i
tidak boleh lebih panjang dari dua harokat.Wallohu a’lam.
10. حكيما
Kata حكيما ini hanya sebagai salah satu contoh alif yang banyak tersebar
dalam Al-Qur’an. Alif ini dinamakan alif layyinah ibdal min nunin
sakinah (pengganti dari nun mati), walaupun ditulis dengan alif tetapi
bila dibaca akan berbunyi nun mati (حكيمن)Keberadaan nun mati ini digantikan dengan alif karena wakaf,
bila diwasalkan kembali lagi kepada nun sakinah yang diberi harokat
kasroh ‘aridhoh(dilambangkan dengan nun kecil berkasroh) bila setelahnya
berhadapan dengan huruf mati agar tidak terjadi iltiqoussakinan (pertemuan
antara dua huruf mati). Bila wakaf diakhiri dengan nun mati yang sebelumnya
huruf hidup maka akan terjadi bunyi yang kasar, untuk melenturkan bacaan maka nun
mati diganti dengan alif.Wallohu a’lam.
11. إهبطوا
Alif sejenis ini banyak
tersebar dalam Al-Qur’an, terutama pada fi’il jamak tazkir.Penambahan
alif setelah wau jamak ini sebagai pembanding dengan isim jamak tadzkir.Karena
pada setiap isim jama’mudzakkar salim setelah wau terdapat tambahan nun, agar
terjadi keseimbangan (muqobalah) antara isim dan fi’il, maka pada fiil
jamak ditambah wau dan alif sebagai penyeimbang diantara keduanya.Alif tersebut
dinamakan alif layyinah muqobalah.Alif tersebut tidak dipanjangkan,
kalaupun dibaca panjang karena keberadaan wau yang mati.Wallohu a’lam.
12. ثمودا
Empat kata ثمودا yang beralif pada empat surat (Huud : 68, Al-Furqon : 38,
Al-Ankabut ; 38, An-Najm ; 51). Huruf alif inibernama alif layyinah
ihtimaliyyah karena alasan bacaan menurut qiroat lain selain Imam
Hafash. Pada qiroat lain kata ثموداdiberi tanwin (fathatain)karena termasuk isim munshorif yang
boleh menerima tanwin. Sedangkan Imam Hafash kataثموداtermasuk isim goer munshorif ‘alami maal ‘ajam (nama
asing) yang tidak boleh menerima tanwin. Keberadaan alif ini untuk saling
menghormati sesama imam qiroat, maka pada rosam Usmani riwayat Imam Hafash pada
4 kata ثمودا diberi tambahan
alif.Seakan-akan Imam Hafash memberitahukan kepada kita bahwa pada qiroat lain
lafadh ثمودا diberi tanwin. Cara
membacanya ; diwaqofkan atau diwashalkan dibaca pendek pada dal,
seakan-akan alif tersebut tidak ada. Wallohu a’lam.
13. إهدنا
Alif sejenis ini banyak
terdapat dalam Al-Qur’an, disebut alif mad nafsulkalimah Takhollushiyyah (huruf
pokok kalimat dibaca secara langsung) karenaterjadi pertemuanantara dua huruf
mati (iltiqoussakinain). Dibaca secara langsung bila diwasholkan
tanpa memanjangkan huruf sebelumnya, namun bila diwaqofkan tentu harus dibaca
panjang seukuran dua harokah.Wallohu a’lam.
14. أاعجمي (Fussilat ; 44) , أالان (Yunus ; 51 dan 91)
Terdapat dua buah huruf
hamzah, yang pertama hamzah istifham, dan yang kedua hamzah nafsul kalimah
(ashli, pokok kalimat, bagian dari kalimat).Selanjutnyahamzah yang kedua
diganti dengan alif ibdal littas-hil(diganti untuk memudahkan bacaan),
bunyi hamzah yang kedua berbunyi antara alif dan hamzah, dipanjangkan membaca
pada hamzah yang pertama.Tidak ada makna khusus, kecuali pertanyaan dengan
menggunakan adat istifham, yaitu hamzah.Walloho a’lam.
15. مائة, Al-Kahfi ayat 25
Lafadh مِائة(seratus) ditulis dengan tambahan alif, padahal lafadh yang
sewazan dengan مِائة seperti فِـئة (kelompok, golongan) tidak ditambah dengan alif. Alif pada مائةdisebut dengan alif muhmalah kulliyah littanbih. Tidak
boleh dibaca مِيَة (miyah ;
dengan huruf ya tanpa tambahan alif pada mim), walaupun dalam bahasa arab ‘amiyah (pasaran)
terbiasa digunakan dan berlaku secara umum di masyarakat.Maksud penambahan alif
tersebut untuk mengingatkan bahwa bilangan seratus itu sempurna, pas, tidak
kurang atau lebih sedikutpun, bukan kurang lebih, bukan perkiraan, tetapi
keyakinan yang tepat.Bukan “… kira-kira seratus…”, tetapi
“…. seratus pas…”.Alif tersebut dibaca pendek pada mim,seperti
tidak ada alif.Alif yang ada pada tulisan tetapi tidak ada pada bacaannya.Wallohu
a’lam.
16. لشايء (Al-Kahfi ; 23)
Satu-satunya kalimat شايء yang ditulis dengan tambahan alif antara ش danي , yaitu pada surat
Al-Kahfi ayat 23. Kata شيء berarti sesuatu, apapun
sesuatu itu, benda nyata atau benda yang tidak nyata, keadaan, kejadian yang
telah, sedang atau akan terjadi. Atau ‘sesuatu’ itu adalah ma siwalloh,
apapun selain Alloh.‘Sesuatu’ dalam bahasa Arab ditulis شيئ (tanpa tambahan alif), tentu kita akan beranya-tanya
mengapa dalam Surat Al-Kahfi ayat 23 kataشيئditambahan alif. Inilah salah satu alif aneh sekaligus unik
dan sulit.Alif ini dinamakan alif muhmalah ma’dumiyyah (tidak
ada, tidak nyata, hanya dalam angan-angan). ‘Sesuatu’ yang dimaksud dalam
al-Kahfi ayat 23 itu adalah sesuatu yang belum terjadi, yang belum ada
bahkan tidak ada dalam kenyataan. Contoh sederhana, kita telah mengetahui
bentuk dan rasa ‘pisang ambon’. Pisang ambon tersebut merupakan sesuatu yang
nyata, bahasa arabnya شيء(tanpa alif). Sedangkan
bila kita membayangkan dalam pikiran tentang pisang ambon yang persis sama atau
tidak sama dengan kenyataan, maka pisang ambon itu tidak nyata atau ‘sesuatu
yang tidak ada’. Sesuatu yang tidak ada dalam bahasa Al-Qur’an disebut شايء ditulis dengan tambahan alif. Cara membaca شايءsama dengan شيء (tanpa alif),
seakan-akan alif itu diabaikan. Wallohu a’lam.
17. تبوءا، لتنوءا
Alif pada lafadh لتنوءا ini disebut alif muhmalah tafsiliyyah, dengan maksud
untuk menjelaskan dan memperinci dosa, yaitu dosaku dan dosamu. Arti dariلتنوءا ;“…kembali dengan dosaku dan dosamu..”. Begitu juga alif
pada تبوءاyaitu untuk menjelaskan dan
memperinci tentang harta Qorun (kerabat Nabi Musa, Qorun terkenal akan
kekayaannya dan kekikirannya, padahal asalnya sangat fakir) yang sangat
banyak.Yang apabila dipikul akan terasa berat, bukan saja oleh orang biasa
tetapi juga akan terasa sangat berat oleh orang kuat. Arti dari ;“…sungguh
sangat berat dipikul oleh sembarang orang maupun yang kuat…”. Alif pada
kedua lafadh tersebut dibaca pendek pada hamzah, seaan-akan tidak ada lif,
tetapi alif tersebut harus tetap ada pada tulisannya (rasamnya).Wallohu
a’lam.
18. وملائه
Dibaca pendek, seakan-akan
tidak ada alif. Alif tambahan tesebut disebut Alif muhmalah tanbihiyyah
tafsiliyyah, tambahan alif diantara lam dan hamzah adalah untuk
mengingatkan kepada kita bahwa Nabi Musa berda’wah kepada Fir'aun Menephthah (1232-1224 S.M.) anak dari Fir’aun Ramses (Fir’aun adalah
gelar bagi raja-raja Mesir purbakala) beserta pengikut dan
pemukanya dari berbagai golongan ; golongan rakyat jelata, golongan pemuka
pemerintahan, golongan orang-orang kaya, golongan ilmuwan, golongan budayawan,
ahli sihir dan lain-lain. Bila pada ملائه tidak ada tambahan alif, maka dapat dipahami “hanya pemuka-pemuka
tertentu saja”.Jelas ini salah, yang benar “pemuka-pemuka dari berbagai
golongan pengikut Fir’aun”.
19. لا تايئسوا(Yusuf : 87) , لا يايئس (Yusuf ; 87), أفلم يايئس (Ar-Ra’du ;31)
Tiga kata yang berasal dari
kata dasar yang sama yaitu kataيئس , terdapat tambahan alif. Bila tanpa tambahan alif
berma’na “tidak boleh berputus asa”, tidak akan ada solusi atau saran
lanjutannya, sedangkan dengan tambahan alif ini bermakna ; Alloh swt memberikan
perintah dari keputusasaan tersebut agar bersabar, mengharapkan ridho Alloh,
berprilaku penuh asa (sambung asa), selalu optimis, menyongsong hari esok yang
lebih baik, tidak terlena dengan masa lalu yang kelam. Alif tersebut
disebut alif muhmalah intidhoriyyah, maksudnya agar menunggu hikmah
dibalik kegagalan tersebut, tidak boleh berputus asa tetapi menunggu ridho dan
rahmat Alloh yang akan diberikan sebagai imbalan dari kesabaran dalam
menghadapi musibah, bencana atau kegaalan lain. Ketiga lafadh tersebut dibaca
seakan-akan tanpa alif.Wallohu’alam.
20. ليربوا , Ar-rum ; 39
Robaa –Yarbuu – Riban (Riba, pertambahan yang tidak diridhoi). Adalah fi’il
mudhori dengan tambahan amil yaitu lam kae, huruf wau
dinasabkan dengan fathah, ليربو, tanpa alif.Hal semacam ini sudah benar menurut Ilmu Nahwu,
tetapi lafadh ini Al-Qur’an sebagai Kalamulloh yang penuh mu’jizat.
Bila tanpa alif akan bermakna pertambahan yang tidak banyak, tetapi dengan
memakai alif id’aaf iniakan berharap pertambahan yang banyak
dan berlipat ganda serta beranak pinak(riba- musiah). Alif ini
disebut alif layyinah id’aaftaqliliyyah bermakna bahwaAllah
tidak akan meridhoi praktek riba walaupun sedikit. Alif ini tidak dibaca
panjang pada wawu, diabaikan seperti tidak ada.Walluhu a’lam.
E. Kesimpulan
Walaupun huruf alif
termasuk huruf mad, tetapi tidak selamanya disebut huruf mad dan harus selalu
dibaca panjang. Bahkan tidak boleh dibaca panjang, tetapi harus dibaca pendek.
Diantara sekian banyak alif yang tidak boleh dibaca panjang bila diwasholkan
yaitu lafadh lafadh yang terdapat alif setelah wawu jama’, alif
munawwan (huruf yang bertanwin fathatain, ــَـ ), seluruh lafadh ana, lakinna (Al-Kahfi : 38
), ar-rosula, as-sabila, salasila, qowariro, lanasfa’a, tsamuda, miah,
lisyai-in, tabu-a, litanu-a.
Nama-nama alif tersebut
berbeda satu dengan yang lainnya, disesuikan dengan makna yang terkandung dalam
lafadh tersebut.Alif merupakan satu-satunya huruf yang unik, sulit dan penuh
rahasia. Walaupun dalam bacaan tidak berbunyi tetapi keberadaan alif tetap
harus ada dan untuk selamanya dipertahankan, paling tidak dalam hati pembaca..
Tentu banyak hikmah yang terkandung pada satu huruf alif, yang tidak mungkin
diketahui seluruh hikmah yang terkandung dalam kerahasiaan alif.
Masih banyak huruf alif
yang belum terlacak dan belum diketemukan, terutama tentang penamaan khusus
dari alif madiyah tersebut.Untuk sementara kelompok alif-alif selain yang telah
dijelaskan tersebut di atas dikelompokkan ke dalam huruf zaidah (tambahan).Menurut Syekh
Muhamad Ahmad Ma’bad bahwa huruf alif dalam Al-Qur’an sebanyak 48.800
(empat puluh delapan ribu delapan ratus) huruf, tidak boleh kurang atau
lebih. Sedangkan huruf hamzah sebanyak 28.718 (dua puluh delapan ribu tujuh
ratus delapan belas) huruf, tidak boleh tertukar antara huruf alif dengan
huruf hamzah. Satu huruf atau satu titik pada huruf dalam Al-Qur’an
merupakan i’jazulqur’an (Kemu’jizatan Al-Qur’an). Subhanalloh.
Cara penulisan lafadh
beralif berpedoman pada rasam usmani, sedangkan cara membacanya berpedoman
pada qiro’at Imam ‘Asim dengan riwayat Imam Hafash beserta toriqot Imam
Syatibi.
F. Penutup
Maha Benar Alloh atas
segala firman-Nya, sungguh luar biasa firman Alloh, sungguh indah huruf-huruf
dalam Al-Qur’an, sungguh luas ma’na ayat Al-Qur’an. Penulisan ayat-ayat
Al-Qur’an berdasarkan ketentuan rasam Usmani, sedangkan cara membacanya
berdasarkan ketentuan ulama qiro’at yang diantaranya adalah qiroat Imam
‘Ashim riwayat Imam Hafashthoriqot Imam
Syatibi.Namun sungguh disayangkan cara penulisan ayat Al-Quran yang beredar di
Indonesia ini, terutama pada penulisan sebagaian huruf alif tidak
sesuai dengan kaidah rasam Usmani. Tidak selayakya terdapat Mushaf Al-Qur’an
versi Madinah (Saudi Arabia), versi Indonesia, versi Iran atau versi-versi lain
yang satu sama lain berbeda cara penulisannya. Padahal seluruh Mushaf sama-sama
berdasarkan satu rasam dan satu qiroat, yaitu rasam Usmani dan qiroat ‘Ashim
riwayat Hafash thoriqot Syatibi.
Bila carapenulisannya
berbeda, dihawatirkan akan terjadiperbedaan dalampenterjemahan serta pemahaman
kandungan ayat yang terkandung di dalamnya.Setidaknya akan terjadi pemahaman
yang jauh dari sempurna. Tidaklah cukup memahami Al-Qur’an hanya mengandalkan
terjemah saja, atau tafsir saja, tetapi harus ditambah dengan pengetahuan
tetang ahruful ma’ani (huruf-huruf yang mengandung ma’na dan
huruf-huruf yang tidak mempunyai ma’na tetapi mempunyai tujuan terentu).Semoga
Alloh mengampuni kita semua, atas segala kesalahan dalam penulisan dan dalam
membaca Kalam-Nya.
Sungguh sangat beruntung
orang-orang yang terbiasa menulis dan membaca Al-Qur’an secara benar dan baik
dengan memelihara setiap huruf sesuai dengan sifat dan makhorijul
hurufnya, maka Alloh akan memberikan pahala yang berlipat ganda untuk
setiap huruf yang dibaca. Dalam hal ini Rasululloh saw. bersabda ;
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ
مَأْدُبَةُ اللهِ فَاقْبَلُوا مِنْ مَأْدُبَتِهِ مَا اسْتَطَعْتُمْ ، إِنَّ هَذَا
الْقُرْآنَ حَبْلُ اللهِ ، وَالنُّورُ الْمُبِينُ ، وَالشِّفَاءُ النَّافِعُ
عِصْمَةٌ لِمَنْ تَمَسَّكَ بِهِ ، وَنَجَاةٌ لِمَنْ تَبِعَهُ ، لاَ يَزِيغُ فَيُسْتَعْتَبَ
، وَلاَ يَعْوَجُّ فَيُقَوَّمُ ، وَلاَ تَنْقَضِي عَجَائِبُهُ ، وَلاَ يَخْلَقُ
مِنْ كَثْرَةِ الرَّدِّ ، اُتْلُوهُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْجُرُكُمْ عَلَى
تِلاَوَتِهِ كُلَّ حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ ، أَمَا إِنِّي لاَ أَقُولُ الم حَرْفٌ
، وَلَكِنْ أَلِفٌ وَلاَمٌ وَمِيْمٌ )رواه الحاكم)
Artinya :
“Sesungguhnya Al-Qur’an
ini adalah hidangan Allah, maka hendaklah kamu mencicipi hidangan-Nya sebanyak
yang kamu mampu. Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah tali Allah, cahaya yang
terang benderang, obat yang sangat bermanfaat, pelindung bagi orang yang memegang
teguh pada Al-Qur’an, keselamatan bagi orang yang mengikuti-Nya, maka
ia(pembaca) tidak akan menyimpang dari kebenaran walaupun ia(pembaca) dihina
oleh orang yang menyeleweng, ia(pembaca) tidak akan meyeleweng tetapi
ia(pembaca) akan memperbaiki kesalahan orang lain. Al-Qur’an tidak akan
berkurang keagungannya, tidak akan usang keagungannya walaupun dibaca berulang
kali. Maka bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya Allah akan memberikan pahala
kepadamu atas apa yang dibaca, untuk setiap huruf dengan sepuluh kebaikan.
Sungguh aku tidak mengakatakan bahwa Alif Lam Mim itu satu kata, tetapi
Alif satu kata (terdiri dari 3 huruf), Lam satu kata (terdiri dari 3 huruf) dan
Mim satu kata (terdiri dari 3 huruf)”.( HR.
Imam Hakim).
Untuk tujuan itulah tulisan
sederhana ini disajikan bagi para pencinta Al-Qur’an, mudah-mudah bermanfa’at
bagi segenap kaum muslimin dan muslimat, terutama dalam cara membaca dan
menulis ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai Kalam Ilahi dengan
benar dan penterjemahan serta pemahaman yang tepat.Insya Alloh, bila hal
tersebut dilakukan makaakan menghasilkan amal yang baik dengan penuh
keikhlasan.Amin.
اللّهمّ علمنا هذا الكتاب
العظيم، لنتخلق بأخلاقه، واجعله لنا إماماً ونوراً وهدى ورحمة يا رب
العالمين.اللّهمّ أعنّا على حفظ ألفاظه ومعانيه يا رب العالمين. والحمد لله رب
العالمين
Cianjur, 29 April 2013
Daftar Pustaka
a. Al-Qur’an Al-Karim (Al-Qur’anul Karim), PT Karya
Toha Putra, Semarang, 2001.
b. Ma’alimut Tanzil (Tafsir Al-Bagowi), Abu
Muhammad Al- Husain bin Mas’ud bin Muhammad bin Farro Al-Bagowi, Dar Thoibah,
Cairo, 1997.
c. At-Tamhkid fi ‘ilmi at-Tajwid (At-Tamhkid fi
‘ilmit Tajwid), Syamsuddin ibn Jazari, Damascus, 1999.
d. Al-Basith fi ‘ilmi At-Tajwid (Al-Basith fi ilmit
Tajwid), As-Syaikh Badar Hanafi Mahmud.
e. Goyah Al-Murid fi ‘ilmi At-Tajwid (Gooyatul
murid fi ilmit Tajwid), ‘Athiyyah Qobil Nashr, Mauqi’ Subkah, Muscat, Oman,
1990.
f. An-Nahwu Al-Waafi
(Nahwulwafi), Abbas Hasan, Darul Ma’arif, Cairo, 1982.
g. Al-Miftah Fii Ash-Shorfi, Abu bakar Abdul Qohir
ibn Abdur Rohman ibn Muhammad Al-Farisy, Muassasah Ar-Risalah, Beirut, 1987.
h. Al-Jana Ad-Dani Fii Huruufi Al-Ma’any, Ibn Ummi
Qosim Al-Murodi Al-Mishry, Darul Fikri Al-‘Arobi, Kairo, 2008.
i. Al-Anwar Al-Bahiyyah Fi
hall Al-Jazariyyah, Al-‘Allamah As-Syaikh Abdul Basith Hamid Muhammad
Al-Hasyimi, ---, ---.
j. Al-Maqsod li Takhlisi Ma
fi Al-Mursyid fi Al-Waqfiwa Al-Ibtida, Syekh Abu Yahya Zakariya Al-Anshory,
---, ---.
k. Ahkam At-Tajwid, ---, ---, ---, ---.
l. Ibroz Al-Ma’ani min Hirz
Al-Amani (Syarah Syatibiyyah), Abdurrahman bin Ismail bin Ibrahim, Syubaikah
Muscat, Oman, ---.
m. Al-Hujjah fi Al-Qiroat As-Sab’i, Imam Al-Husein bin Ahmad bin
Kholuweh, Daaru Asy-Syuruq, Beirut, 1401 H.
n. Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Quran, Abi Ja’far
Muhammad bin Jureir At-Thobari, Daaru Hijrin, Cairo, ---.
o. ‘Inwan Ad-Dalil min Marsumi Khott At-Tanzil, Abu
Al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Utsman Al-Azadi Al-Marrakeshi, Marrakeshi ,
Morocco (Magribi), ---..
p. Al-Mustadrok ‘Ala Ashohihain, Al-Hakim An
Naisaburi, Daarulkutub Al ‘Alamiyyah, Beirut, Libanon, 1427 H.
q. Al-Burhan, Abdul Qodir Leong, Egypt
Printing Servis, Brunei Darussalam, 2006.
Mohon izin mengambil ilmu untuk dicatat ya Ustadz. MashaAllah saya Baru baca paragraf awal seketika takjub betapa luas definisi Alif, padahal tadinya hanya ingin tahu macam mana bentuk Alif Maddiyah dan Hanjariyyah, saya awam betul soalan ini, tapi kerap dengar Para mualim dan tolibah bicara Alif Maddiyah Alif Hanjariyah, nak bertanya segan sebab boleh dengar di halaqoh Zoom saja. Semoga Allah SubhanAllahu wata'ala memudahkan saya belajar dan memahami laiknya pemahaman Para nabiyullah dan semoga ilmu yang Ustadz share ini menjadi lading pahala jariyah. Aamiin Allohumma Aamiin 🤲 Aamiin Yaa Muujibassailliin 🤲
BalasHapus