SAKAT
(Oleh :H. Jamil Munawir, MTs. Tanwiriyyah)
A. PENGANTAR
Apa yang disebut dengan Sakat ?.Berapa tempat sakat dalam
Al-Qur’an ?. Bagaimana cara melafalkan ayat yang terdapat sakat ?. Berapa lama
ukuran sakat ?. Mengapa harus sakat ?. Apa sebabnya ?. Itulah
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dengan tepat. Tentu tidak semua orang
dapat menjawab dengan tepat, padahal membaca Al-Qur’an dengan tepat dan benar
merupakan keharusan bagi kaum muslimin wal muslimat. Untuk menjawab semua
pertanyaan itu diperlukan pemahaman yang mendalam dalam Ulumul Qur’an. Tetapi
penulis dengan segala keterbatasan pengetahuan, hanyamengacu kepada ilmu
tafsir, ilmu tajwid, ilmu nahwu dan ilmu shorof. Keempat disiplin ilmu itu
merupakan standar minimal dalam membaca Al-Qur’an, agar dalam membacanya
terhindar dari kesalahan Lahn Jali (Shorihah, jelas) maupun
Lahn Khofi (kaminah, tersembunyi).
B. PENGERTIAN
Sakat, Sakt(u), Saktah, Sukut merupakan
istilah yang sama, tetapi yang paling baik dalam pengistilahan adalah
Sakat. Menurut bahasa berarti
terputus, terdiam, terlarang. Sedangkan menurut istilah adalah
قطع
الصوت على حرف ساكن ( ميت او حي ) مقدار حركتين من غير تنفس مع نية وصل القراءة فى
الحال
Artinya ;Suara yang terputus (berhenti
sejenak) pada huruf yang mati selama dua harkat tanpa menarik nafas
dengan maksud untuk melanjutkan bacaan pada sa’at itu juga.
Dalam ilmu Tajwid menghentikan bacaan ada 3
(tiga) macam, yaitu ; Waqof, Qotho’ dan Sakat.Waqof (Wakaf) adalah berhenti
pada akhir kalimat dengan menarik nafas untuk memulai bacaan pada kalimat
selanjutnya, sedangkan Qotho’ adalah menghentikan bacaan pada akhir ayat dengan
menarik nafas untuk mengakhiri bacaan tersebut.Bagi orang yang membaca
Al-Qur’an wajib membedakan antara Waqof, Qotho’ dan Sakat, tidak ada iltibas
(samar-samar, abu-abu, ketidakjelasan) diantara ketiga macam berhenti
tersebut.Maksudnya tidak setiap berhenti adalah waqof, tetapi bisa Sakat atau
Qotho’.Dan untuk mengingatkan serta memudahkan pembaca, maka sakat ini
dilambangkan dengan huruf sin (س) atau (سكتة ).
C. HUKUM
Berdasarkan kesepakatan Ulama Qiroat, bahwa sakat dalam
Al-Qur’an terdiri dari sakat pada huruf dan sakat pada kalimat. Sakat
pada huruf yaitu sakat yang terdapat pada huruf hijai
fawatihussuar (huruf hijaiyyah pembuka surat), kecuali apabila
setelah alif terdapat hamzah, seperti ( المالرالمركعيهصطهطسمطسيسصقن ) hukumnya
wajib sakat. الم, dibaca Alif (berhenti sejenak) Laam (berhenti sejenak) Miim,
dst. Tidak boleh Alif Laam Miim. Sedangkan sakat pada kalimat menurut
riwayat Imam Hafash qiroat Imam ‘Ashim, terdapat pada 6 (enam) tempat; yaitu
yang wajib (harus) pada 4 (empat) tempat dan yang jawaz (boleh) pada 2 (dua)
tempat, yaitu ;
1. Wajib,
tidak boleh tidak, harussakat ;
a. Pada Surat Al-Kahfi ayat 1 dan 2 ; عوجاس قيما
Dibaca ; …. ‘Iwajaa (diam
sejenak selama dua harkat, kemudian) qoyyimaa ….
b. Pada Surat Yasin ayat
52 ; من مرقدناسهذا
Dibaca ; …. Mim
marqodinaa (diam sejenak selama tigaharkat, kemudian) hakdza ….
c. Pada Surat Al-Qiyamah ayat 27 ;من س راق
Dibaca ; ….man (diam sejenak selama dua harkat,
kemudian) rooq ….
d. Pada surat Al-Muthaffifin ayat 14 ;بل س ران
Dibaca ; ….bal (diam
sejenak selama dua harkat, kemudian) roona ….
2. Jawaz,
boleh sakat atau tidak, tetapi sakat lebih baik ;
a. Pada surat Al-Hakaqqoh ayat 28 dan 29
; ماليه س هلك
Dibaca ; … maliyah (diam
sejenak selama dua harkat, kemudian) haklaka ….
b. Pada akhir surat Al-Anfal dan awal surat
At-Taubah ; عليم س براءة
Dibaca ; … ‘aliimun (nun idzhar, diam
sejenak selama empatharkat, kemudian) barooatumminalloh ….
D. AYAT-AYAT SAKAT
1. (الكهف ) الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا (1) قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا
شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ
الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا (2) مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا(3)
2. (يس) قَالُوا يَا
وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ
الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ (52)
3. (القيامة) وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ (27) وَظَنَّ
أَنَّهُ الْفِرَاقُ (28) وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ (29)
4. ( المطففين) إِذَا
تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ (13) كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ
مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14)
5. (الانفال) وَالَّذِينَ
آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (75) (التوبة)بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ
عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (1)
6. (الحاقة ) يَا لَيْتَهَا
كَانَتِ الْقَاضِيَةَ (27) مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ (28) هَلَكَ عَنِّي
سُلْطَانِيَهْ (29) خُذُوهُ فَغُلُّوهُ (30) ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ (31)
E. ANALISA
Mengapa pada tempat-tempat tersebut harus atau setidaknya boleh
sakat, tentu tidak mudah untuk menjawabnya.Namun setidaknya ada dua
alasan, yaitu alasan ma’nawi dan lafdhi ;
1. Ma’nawi
a. Al-Kahfi ayat 1 dan 2,
sakat pada alif ibdal. Lafadh qoyyima bukan sifat
tetapi athof dari ‘iwaja dengan huruf athofnya bal yang
disimpan. Atau kata ‘iwaja menjadi khobar lakinna dari lakinnahu yang
disimpan. Atau kedudukan qoyyima sebagai hal yang di ta-khir
(taqdim ta-khir).Karena arti dari ‘iwaja adalah bengkok,
sedangkan qoyyima berarti lurus. Bila dibaca iwajan (ikhfa,washal) qoyyima akan
berarti tidak bengkok yang lurus. Hal ini sulit untuk dipahami dan mustahil
terjadi dua kata yang berlawanan di sebut secara langsung bersamaan tanpa
kata pemisah. Sedangkan bila dibaca iwaja (berhenti
sejenak, sakat) qoyyima akan berarti tidak bengkok, tidak melenceng
(tetapi) lurus, benar. Maksudnya bahwa isi (huruf dan ma’na) Al-Qur’an
itu tidak ada kebengkokan di dalamnya, tidak menyimpang dari sunnatulloh,
tetapi semua isi Al-Qur’an merupakan pedoman yang lurus dan berisi kebenaran
yang hakiki. Atau yang dimaksud bahwa Al-Qur’an itu lurus tidak bengkok. Wallohu
‘alam.
b. Yasin
ayat 52 , sakat pada alif nafsi. Lafadh hakdza bukan sifat dari
marqodina, tetapi mubtada maqulul qoul dari qoola atau qoolat atau qooluu yang
disimpan. Bila dibaca mim marqodina hakdza (washol tanpa
sakat) akan dima’nai ; “… dari tempat tidur kita yang ini.. “, bukan kata-kata
itu yang dimaksud oleh orang-orang yang baru dibangunkan dari alam barzakh.
Sedangkan bila dibaca mim marqodina (berhenti sejenak
sakat) hakdza, akan berarti ; “… dari tempat tidur kita,
(berkatalah Malaikat). Inilah yang… “. Jadi dalam surat Yasin ayat 52 itu ada
dua Subyek berbeda yang berkata, yaitu orang-orang yang baru dibangunkan dari
alam barzakh bertanya tentang siapa yang membangunkan, dan malaikat yang
menjawab pertanyaan tersebut. Jadi dalam rangkaian kalimat tersebut
terselip qoolat (قالت). Seakan-akan ayat tersebut
berbunyi “… mim marqodina (qoolat) hakdza…..”.
Wallohu ‘alam.
c. Akhir
Surat Al-Anfal, sakat pada nun zaidah sakinah.Bila dibaca dengan
diwashaklkan dengan awal Surat At-Taubah ;“… Aliimum barooatumminalloh…”,
kalimat baroah akan menjadi sifat dari lafadh Alloh. Padahal lafadh baroah
berkedudukan sebagai khobar dari mubtada mahdzuf yang takdirnya Hadzihi (هذه ) . Untuk itu
diperlukan sakat agar tidak terjadi kesalahan ma’na, maka nun mati harus dibaca
idzhar tidak boleh dibaca iqlab, walaupun terdapat tanwin menghadapi huruf ba .
Kedua ayat tersebut bila di washolkan seakan-akan berbunyi “…. ‘aliimun (hadzihi) barooatumminalloh…”.
Wallohu ‘alam.
2. Lafdhi
a. Surat Al-Qiyamah ayat 27,
sakat pada nun asli sakinah. Man (berhenti sejenak, sakat) rooq,
tidak boleh dibaca Mar-rooq (mengidgomkan nun pada ro), padahal setiap nun mati
menghakdapi huruf ro harus diidhgomkan(idhgm bila gunnah) seperti
mirrobbihim ( من رّبهم ) atau seperti roufur-rohiim (رؤفٌ رحيم ). Maksudnya
bila diidhgomkan dan dibaca Marroq ( مَرّاق)seakan-akan lafadh itu satu kata wazan
fa’a’aal ((فــعّــال,padahal bukan.
b. Surat
Al-Mutaffifin ayat 14, sakat pada lam asli sakinah.Bal (berhenti
sejenak, sakat) roon, tidak boleh dibaca bar-roon (mengidgomkan lam pada ro),
padahal bila huruf ro yang sebelumnya ada lam mati harus diidhgomkan(idhgom
mutaqoribain) seperti qur-robbi ( قل رّب ),
atau bar-rofa’ahu (بل رّفعه ). Maksudnya bila diidhgomkan
dan dibaca bar-ron (برّان)seakan-akan lafadh itu satu kata wazan
fa’a’aal ((فــعّــال,padahal bukan.
c. Surat
Al-Haqqoh ayat 28 dan 29 ; sakat pada hak sakat sakinah. Maliyah (berhenti
sejenak, sakat) hkalaka, tidak dibaca mahiyahkhkaklaka (mengidgomkan hak pada
maliyah dengan hak pada haklaka (ماليه هّلك). Karena keduahak tersebut berbeda, hak
pada maliyah adalah hak sakat( هاء السكت ) sedangkan hak pada haklaka adalah nafsulkalimah( نفس الكلمة)
tidak termasuk ke dalam kriteria idgom mutamatsilain walaupun keduanya
berbentuk hak. Asal kata maliyah adalah maa-lun (مال
,harta), kemudian ditambah ya mutakallim wahdah menjadi maali
( مالي ,hartaku),
selanjutnya karena berada pada ruusil ayah atau akhir ayat yang diwaqofkan,
ditambah hak sakat menjadi maa-liyah (ماليه )
F. UKURAN
LAMA SAKAT
Berdasarkan penjelasan alasan ma’nawi dan lafdi tersebut
di atas, bahwa ukuran lama tanpa menarik nafas dalam pelafalan ayat yang
terdapat sakat tentu disesuaikan dengan alasan tersebut.Artinya lama sakat
dengan alasan ma’nawi akan lebih lama dari sakat dengan alasan lafdhi. Ukuran
lama sakat disesuaikan dengan lamanya membaca dalam hati kata-kata (BUKAN
KALAMULLOH) yang disembunyikan, yaitu ; bal (2 harkat), qolat (3
harkat), dan hadzihi (4 harkat). Sedangkan untuk sakat dengan
alasan lafdi cukup 2 harkat sebatas dapat dibedakan bahwa man roq atau bal
roona bukan satu kalimat wazan fa’a’aal ( فـعّـال )
tetapi dua kalimat yang terpisah. Adapun pada kata maliyah haklaka cukup
berhenti dengan idhar hak selama dua harkat untuk menghindar dari idqom hak(mutamatsilain)pada
maliyah dengan hak pada haklaka.
G. ISTILAH KATA-KATA
1. Tajwid adalah membaca
Al-Qur’an dengan baik, benar, tepat dan indah.
2. Sakat
adalah berhenti sejenak tanpa menarik nafas untuk melanjutkan bacaan.
3. Waqof
adalah berhenti dengan menarik nafas seperlunya untuk memulai bacaan.
4. Waqof
tam (utama), kamal (sempurna), hasan (baik), qobih (jelek), aqbah (sangat
jelek).
5. Qotho’dalam
arti luas berhenti untuk mengakhiri bacaan, untuk dilanjutkan pada waktu
lain. Sedangkan qotho’ dalam arti sempit kebalikan dari washol pada qothul jami
atau waslul jami’seperti rangkaian ta’awwudz, basmalah dan awal surat.
6. Washol
melanjutkan bacaan tanpa berhenti, walaupun pada ruusil ayah (pangkal ayat).
7. Ruusil
ayah (pangkal ayat) sama dengan akhir ayat.
8. Ulumul
Qur’an adalah sekumpulan disiplin ilmu untuk memahami Al-Qur’an; al., luqoh,
nahwu, shorof, ma’ni, bayan, badi’, tajwid, tafsir, ilmu tafsir, tarikh tasyri,
aqidah, fiqih, akhlaq, hadits, ulumul hadits, tarikh, qiroat, tilawah, rosam,
dll.
9. Alif
ibdal adalah alif pengganti dari huruf lain, atau alif ‘aridhi yaitu alif
terbarukan.
10. Alif
nafsul kalimah alif pokok kata atau asli bukan tambahakn atau pengganti.
11. Harokah
adalah gerakan ketukan, lama bacaan, durasi; 1 harokah = 1 ketukan dst.
12. Satu alif sama dengan dua harokah, satu setengah
alif sama dengan tiga harokah.
13. Sukun adalah terdiam dari gerakan (tidak
bergerak), sedangkan Sukut terdiam dari suara (tidak bersuara sedikit pun).
14. Sukun
mayyiti (diperkirakan, samar) dan atau sukun hayyi (hidup yang jelas).
15. Lahn
Jali adalah kesalahan berat atau kesalahan fatal dalam membaca Al-Qur’an.
16. Lahn
Khofi adalah kesalahan ringan dalam membaca Al-Qur’an
17. Huruf
asli adalah huruf pokok bukan tambahan
18. Huruf zaidah adalah huruf tambahan ; 14 huruf
: ( بكشف سألتمونيها )
19. Huruf ibdal adalah huruf pengganti ; 9 huruf
: ( هدأت موطيا )
20. Nama lengkap dari Imam Hafash adalah Hafash bin
Sulaiman bin Al-Mughiroh Abu Umar bin Abi Daud Al-Asadi Al-Kufi Al-Ghodhiri
Al-Bazzaz (90 – 180 H, di Kufah, Irak).
21. Nama lengkap dari Imam ‘Ashim adalah ‘Ashim bin
Bahdalah Abinnajud Al-Asadi Al-Kufi Al-Hannath (w ; 127 H, di Samawah, Syiria),
merupakan salah seorang Imam Qiroat Sab’ah (Pemuka Bacaan Tujuh,
Imam tujuh, Budurussab’ah).
22. Hak sakat adalah huruf tambahan diantara 14
huruf tambahanyang berfungsi untuk melemaskan bacaan pada waktu wakaf agar
tidak keras menghentak. Yaitu biasanya bila wakaf pada huruf hidup maka harus
di tambah hak sakat; ‘amma menjadi ‘ammah, hua menjadi huah, maliya menjadi
maliyah, sulthoniya menjadi sultoniyah, qi menjadi qih.
23. Wajib
adalah harus, bila dilaksanakan akan mendapat pahala dan bila ditinggal berdosa
24. Jawaz
boleh dilakukan atau tidak, dilaksanakan mendapat pahala sedangkan bila tidak
dilaksanakan tidak mendapat dosa.
25. Harom adalah terlarang,
tidak boleh, harus ditinggalkan. Bila dilakukan akan mendapat dosa, sedangkan
bila ditinggalkan akan mendapat pahala.
26. Sunnah,
tidak ada hukum sunnat dalam ilmu tajwid. Yang ada istilah sunnah berarti
sesuai dengan sunnah rosul yang meliputi hukum wajib, jawaz dan harom.
27. Idhgom adalah memasukan satu huruf kepada huruf
lain yang ditandai denganّ
28. Mutamatsilainatau mitslain shagir yaitu
mengidhgomkan huruf yang sama pada sifat dan makhrojnya seperti ( إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِين ).
29. Mutaqoribain mengidhgomkan huruf yang berdekatan
pada makhrojnya (وَقَالَتْ طَائِفَة).
30. Ahruf Fawatihussuar adala huruf-huruf hijaiyyah
yang berada pada ayat pertama sebagai pembuka surat seperti (المالرالمركعيهصطهطسمطسيسصقن ). Huruf yang
penuh ma’na dan merupakan satu ayat penuh yang sempurna.
H. KESIMPULAN
1. Membaca Al-Qur’an dengan
tajwid merupakan Fardu ‘Ain (Keharusan bagi setiap muslim/at), sedangkan
mempelajari ilmu tajwid dan ulumul qur’an lainya adalah Fardu Kifayah
(Keharusan yang terwakilkan), dicukupkan oleh sebagiannya.
2. Sakat istilah pelafalan
yang paling mudah dibandingkan dengan sukut, sakt(u) atau saktah.
3. Sakat merupakan salah
satu hukum (ketentuan) cara membaca Al-Qur’an dengan baik, benar, tepat dan
indah.
4. Imam Hafash berpendapat
bahwa sakat pada 6 (enam) tempat, sedangkan ulama Qiroat lain sepakat dengan
yang 4 (empat) tempat dan berbeda pendapat pada 2 (dua) tempat lainnya
5. Sakat adalah berhenti
sejenak dengan lamanya disesuaikan( 2 s/d 4 harokat), tanpa menarik nafas
dengan niat untuk melanjutkan bacaan pada waktu itu juga.
6. Ketidaktepatan dalam
membaca Al-Qur’an adalah kesalahan, penyimpangan dan penyelewengan yang
hukumnya dosa jauh dari pahala.
7. Keberadaan sakat
mempertimbangkan lafadh yang tertulis atau ma’na yang terkandung di dalamnya,
agar tidak terjadi keraguan dalam ma’na dan kerancuan dalam bacaan.
8. Bila
tidak dapat melafalkan sakat, lebih baik waqof (berhenti) secara sempurna
pada iwajaa, marqodina, ‘aliim dan maa liyah.
Sedangkan yang lainnya dibaca idzhar, yaitu ; man-roq, bal-ron,
tidak boleh waqof pada man dan bal.
I. PUSTAKA
1. Al-Qur’an Al-Karim
(Al-Qur’anul Karim), CV. Penerbit Diponegoro, Bandung, 2006.
2. Ma’alimut Tanzil (Tafsir
Al-Bagowi), Abu Muhammad Al- Husain bin Mas’ud bin Muhammad bin Farro
Al-Bagowi, Dar Thoibah, Cairo, 1997.
3. At-Tamhkid fi ‘ilmi
at-Tajwid (At-Tamhkid fi ‘ilmit Tajwid), Syamsuddin ibn Jazari, Damascus, 1999.
4. Al-Basith fi ‘ilmi
At-Tajwid (Al-Basith fi ilmit Tajwid), As-Syaikh Badar Hanafi Mahmud.
5. Goyah Al-Murid fi ‘ilmi
At-Tajwid (Gaoyah fi ilmit Tajwid), ‘Athiyyah Qobil Nashr, Mauqi’ Subkah,
Muskat Oman, 1990.
6. An-Nahwu Al-Waafi, Abbas
Hasan, Darul Ma’arif, kairo, 1982.
7. Al-Miftah Fii
Ash-Shorfi, Abu bakar Abdul Qohir ibn Abdur Rohman ibn Muhammad Al-Farisy,
Muassasah Ar-Risalah, Beirut, 1987.
8. Al-Jana Ad-Dani Fii
Huruufi Al-Ma’any, Ibn Ummi Qosim Al-Murodi Al-Mishry, Darul Fikri Al-‘Arobi,
Kairo, 2008.
J. PENUTUP
Demikian penjelasan sedehana dari penulis tentang sakat ini,
mudahah-mudahan dapat bermanfa’at bagi penulis sendiri dan bagi seluruh
pencinta Al-Qur’an.Juga permohonan ma’af dari seluruh pembaca dan pemerhati
Al-Qur’an, tentu dalam tulisan ini terdapat kesalahan dan kealfaan.Semoga
Allah memberikan maghfiroh dan ridho-Nya bagi kita semua.
Saya ingin bertanya tentang hukum sakat di fawatihu as suwar, disini dijelaskan wajib membaca sakat???? Bukankah ini masalah perbedaan qiroat? Dalam riwayat hafs qiroat Ashim tidak ada sakat di fawatih as suwar kecuali seperti di qiroat Abu Ja'far
BalasHapusTidak ada dalam riwayat Hafs sakat dalam huruf (fawatih as suwar) , atau mungkin ada sumber lain yg menerangkan bahwa ulama qiroat sepakat wajib membaca sakat pada fawatih as suwar huruf hijaiyah?
BalasHapus