Senin, 25 Januari 2016

SAKTAH DALAM AL-QUR'AN



SAKAT
(Oleh :H. Jamil Munawir, MTs. Tanwiriyyah)


  A.      PENGANTAR
Apa yang disebut dengan Sakat ?.Berapa tempat sakat dalam Al-Qur’an ?. Bagaimana cara melafalkan ayat yang terdapat sakat ?. Berapa lama ukuran sakat ?. Mengapa harus sakat ?. Apa sebabnya ?. Itulah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dengan tepat. Tentu tidak semua orang dapat menjawab dengan tepat, padahal membaca Al-Qur’an dengan tepat dan benar merupakan keharusan bagi kaum muslimin wal muslimat. Untuk menjawab semua pertanyaan itu diperlukan pemahaman yang mendalam dalam Ulumul Qur’an. Tetapi penulis dengan segala keterbatasan pengetahuan, hanyamengacu kepada ilmu tafsir, ilmu tajwid, ilmu nahwu dan ilmu shorof. Keempat disiplin ilmu itu merupakan standar minimal dalam membaca Al-Qur’an, agar dalam membacanya terhindar dari kesalahan Lahn Jali (Shorihah, jelasmaupun Lahn  Khofi (kaminah, tersembunyi).

  B.      PENGERTIAN
Sakat, Sakt(u), Saktah, Sukut  merupakan istilah yang sama, tetapi yang paling baik dalam pengistilahan adalah Sakat. Menurut bahasa berarti terputus, terdiam, terlarang. Sedangkan menurut istilah adalah
قطع الصوت على حرف ساكن ( ميت او حي ) مقدار حركتين من غير تنفس مع نية وصل القراءة فى الحال
Artinya ;Suara yang terputus (berhenti sejenak) pada huruf yang mati  selama dua harkat  tanpa menarik nafas dengan maksud untuk melanjutkan bacaan pada sa’at itu juga.

Dalam ilmu Tajwid menghentikan bacaan ada 3 (tiga) macam, yaitu ; Waqof, Qotho’ dan Sakat.Waqof (Wakaf) adalah berhenti pada akhir kalimat dengan menarik nafas untuk memulai bacaan pada kalimat selanjutnya, sedangkan Qotho’ adalah menghentikan bacaan pada akhir ayat dengan menarik nafas untuk mengakhiri bacaan tersebut.Bagi orang yang membaca Al-Qur’an wajib membedakan antara Waqof, Qotho’ dan Sakat, tidak ada iltibas (samar-samar, abu-abu, ketidakjelasan) diantara ketiga macam berhenti tersebut.Maksudnya tidak setiap berhenti adalah waqof, tetapi bisa Sakat atau Qotho’.Dan untuk mengingatkan serta memudahkan pembaca, maka sakat ini dilambangkan dengan huruf sin (س) atau (سكتة ).

  C.      HUKUM
Berdasarkan kesepakatan Ulama Qiroat, bahwa sakat dalam Al-Qur’an terdiri dari sakat pada huruf dan sakat pada  kalimat. Sakat pada huruf yaitu sakat yang terdapat pada huruf hijai fawatihussuar  (huruf hijaiyyah pembuka surat), kecuali apabila setelah alif terdapat hamzah, seperti  ( المالرالمركعيهصطهطسمطسيسصقن ) hukumnya wajib sakat. الم, dibaca Alif (berhenti sejenak) Laam (berhenti sejenak) Miim, dst. Tidak boleh Alif Laam Miim. Sedangkan sakat pada kalimat menurut riwayat Imam Hafash qiroat Imam ‘Ashim, terdapat pada 6 (enam) tempat; yaitu yang wajib (harus) pada 4 (empat) tempat dan yang jawaz (boleh) pada 2 (dua) tempat, yaitu  ;

1.       Wajib, tidak boleh tidak, harussakat ;
a.       Pada Surat Al-Kahfi ayat 1 dan 2 ; عوجاس قيما
Dibaca ; …. ‘Iwajaa (diam sejenak selama dua harkat, kemudian) qoyyimaa ….
b.      Pada Surat Yasin ayat   52      ;  من مرقدناسهذا
Dibaca ; …. Mim marqodinaa (diam sejenak selama tigaharkat, kemudian) hakdza ….
c.       Pada Surat Al-Qiyamah ayat 27  ;من س راق
Dibaca ; ….man (diam sejenak selama dua harkat, kemudian) rooq ….
d.      Pada surat Al-Muthaffifin ayat 14 ;بل س ران
Dibaca ; ….bal  (diam sejenak selama dua harkat, kemudian) roona ….

2.       Jawaz, boleh sakat atau tidak, tetapi sakat lebih baik ;
a.       Pada surat Al-Hakaqqoh ayat  28 dan 29 ; ماليه  س هلك
Dibaca ; … maliyah (diam sejenak selama dua harkat, kemudian) haklaka ….
b.      Pada akhir surat Al-Anfal dan awal surat At-Taubah ; عليم س  براءة
Dibaca ; … ‘aliimun  (nun idzhar, diam sejenak selama empatharkat, kemudian) barooatumminalloh ….


  D.      AYAT-AYAT SAKAT

1. (الكهف ) الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا (1) قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا (2) مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا(3)
2.  (يس) قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ (52)
3.  (القيامة) وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ (27) وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ (28) وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ (29)
4. ( المطففين) إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ (13) كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14)
5. (الانفال) وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (75) (التوبة)بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (1)
6. (الحاقة ) يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ (27) مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ (28) هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ (29) خُذُوهُ فَغُلُّوهُ (30) ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ (31)
  E.       ANALISA
Mengapa pada tempat-tempat tersebut harus atau setidaknya boleh sakat, tentu tidak mudah untuk menjawabnya.Namun setidaknya ada dua alasan, yaitu alasan ma’nawi dan lafdhi ;
1.       Ma’nawi
a.       Al-Kahfi ayat 1 dan 2, sakat pada alif ibdal. Lafadh qoyyima bukan sifat tetapi athof dari ‘iwaja dengan huruf athofnya bal yang disimpan. Atau kata ‘iwaja menjadi khobar lakinna dari lakinnahu yang disimpan. Atau kedudukan qoyyima sebagai hal yang di ta-khir (taqdim ta-khir).Karena arti dari ‘iwaja adalah bengkok, sedangkan qoyyima berarti lurus. Bila dibaca iwajan (ikhfa,washal) qoyyima akan berarti tidak bengkok yang lurus. Hal ini sulit untuk dipahami dan mustahil terjadi dua kata yang berlawanan di sebut secara langsung  bersamaan tanpa kata pemisah. Sedangkan bila  dibaca iwaja (berhenti sejenak, sakat) qoyyima akan berarti tidak bengkok, tidak melenceng (tetapi) lurus, benar. Maksudnya bahwa isi (huruf dan ma’na) Al-Qur’an itu tidak ada kebengkokan di dalamnya, tidak menyimpang dari sunnatulloh, tetapi semua isi Al-Qur’an merupakan pedoman yang lurus dan berisi kebenaran yang hakiki. Atau yang dimaksud bahwa Al-Qur’an itu lurus tidak bengkok. Wallohu ‘alam.

b.      Yasin ayat 52 , sakat pada alif nafsi. Lafadh hakdza bukan sifat dari marqodina, tetapi mubtada maqulul qoul dari qoola atau qoolat atau qooluu yang disimpan. Bila dibaca mim marqodina hakdza (washol tanpa sakat) akan dima’nai ; “… dari tempat tidur kita yang ini.. “, bukan kata-kata itu yang dimaksud oleh orang-orang yang baru dibangunkan dari alam barzakh. Sedangkan bila dibaca mim marqodina (berhenti sejenak sakat) hakdza, akan berarti ; “… dari tempat tidur kita, (berkatalah Malaikat). Inilah yang… “. Jadi dalam surat Yasin ayat 52 itu ada dua Subyek berbeda yang berkata, yaitu orang-orang yang baru dibangunkan dari alam barzakh bertanya tentang siapa yang membangunkan, dan malaikat yang menjawab pertanyaan tersebut. Jadi dalam rangkaian kalimat tersebut terselip qoolat (قالت).  Seakan-akan ayat tersebut berbunyi  “… mim marqodina (qoolat) hakdza…..”. Wallohu ‘alam.

c.       Akhir Surat Al-Anfal, sakat pada nun zaidah sakinah.Bila dibaca dengan diwashaklkan dengan awal Surat At-Taubah ;“… Aliimum barooatumminalloh…”, kalimat baroah akan menjadi sifat dari lafadh Alloh. Padahal lafadh baroah berkedudukan sebagai khobar dari mubtada mahdzuf yang takdirnya Hadzihi (هذه  ) . Untuk itu diperlukan sakat agar tidak terjadi kesalahan ma’na, maka nun mati harus dibaca idzhar tidak boleh dibaca iqlab, walaupun terdapat tanwin menghadapi huruf ba . Kedua ayat tersebut bila di washolkan seakan-akan berbunyi  “…. ‘aliimun (hadzihi) barooatumminalloh…”. Wallohu ‘alam.

2.       Lafdhi
a.       Surat Al-Qiyamah ayat 27, sakat pada nun asli sakinah. Man (berhenti sejenak, sakat) rooq, tidak boleh dibaca Mar-rooq (mengidgomkan nun pada ro), padahal setiap nun mati menghakdapi huruf ro harus diidhgomkan(idhgm bila gunnah) seperti mirrobbihim ( من رّبهم ) atau seperti roufur-rohiim (رؤفٌ رحيم ). Maksudnya bila diidhgomkan dan dibaca Marroq (  مَرّاق)seakan-akan lafadh itu satu kata wazan fa’a’aal ((فــعّــال,padahal bukan.

b.      Surat Al-Mutaffifin ayat 14, sakat pada lam asli sakinah.Bal (berhenti sejenak, sakat) roon, tidak boleh dibaca bar-roon (mengidgomkan lam pada ro), padahal bila huruf ro yang sebelumnya ada lam mati harus diidhgomkan(idhgom mutaqoribain) seperti qur-robbi  ( قل رّب ), atau bar-rofa’ahu  (بل رّفعه  ). Maksudnya bila diidhgomkan dan dibaca bar-ron (برّان)seakan-akan lafadh itu satu kata wazan fa’a’aal ((فــعّــال,padahal bukan.

c.       Surat Al-Haqqoh ayat 28 dan 29 ; sakat pada hak sakat sakinah. Maliyah (berhenti sejenak, sakat) hkalaka, tidak dibaca mahiyahkhkaklaka (mengidgomkan hak pada maliyah dengan hak pada haklaka (ماليه هّلك). Karena keduahak tersebut berbeda, hak pada maliyah adalah hak sakat( هاء السكت ) sedangkan hak pada haklaka adalah nafsulkalimah( نفس الكلمة) tidak termasuk ke dalam kriteria idgom mutamatsilain walaupun keduanya berbentuk hak. Asal kata maliyah adalah maa-lun (مال   ,harta), kemudian ditambah ya mutakallim wahdah menjadi maali (   مالي     ,hartaku), selanjutnya karena berada pada ruusil ayah atau akhir ayat yang diwaqofkan, ditambah hak sakat menjadi maa-liyah (ماليه  )


  F.       UKURAN LAMA SAKAT
Berdasarkan penjelasan alasan ma’nawi dan lafdi tersebut di atas, bahwa ukuran lama tanpa menarik nafas dalam pelafalan ayat yang terdapat sakat tentu disesuaikan dengan alasan tersebut.Artinya lama sakat dengan alasan ma’nawi akan lebih lama dari sakat dengan alasan lafdhi. Ukuran lama sakat disesuaikan dengan lamanya membaca dalam hati kata-kata (BUKAN KALAMULLOH) yang disembunyikan, yaitu ; bal (2 harkat), qolat (3 harkat), dan hadzihi (4 harkat). Sedangkan untuk sakat dengan alasan lafdi cukup 2 harkat sebatas dapat dibedakan bahwa man roq atau bal roona bukan satu kalimat wazan fa’a’aal ( فـعّـال ) tetapi dua kalimat yang terpisah. Adapun pada kata maliyah haklaka cukup berhenti dengan idhar hak selama dua harkat untuk menghindar dari idqom hak(mutamatsilain)pada maliyah dengan hak pada haklaka.


  G.     ISTILAH KATA-KATA
1.         Tajwid adalah membaca Al-Qur’an dengan baik, benar, tepat dan indah.
2.         Sakat adalah berhenti sejenak tanpa menarik nafas untuk melanjutkan bacaan.
3.         Waqof adalah berhenti dengan menarik nafas seperlunya untuk memulai bacaan.
4.         Waqof tam (utama), kamal (sempurna), hasan (baik), qobih (jelek), aqbah (sangat jelek).
5.         Qotho’dalam arti luas  berhenti untuk mengakhiri bacaan, untuk dilanjutkan pada waktu lain. Sedangkan qotho’ dalam arti sempit kebalikan dari washol pada qothul jami atau waslul jami’seperti rangkaian ta’awwudz, basmalah dan awal surat.
6.         Washol melanjutkan bacaan tanpa berhenti, walaupun pada ruusil ayah (pangkal ayat).
7.         Ruusil ayah (pangkal ayat) sama dengan akhir ayat.
8.         Ulumul Qur’an adalah sekumpulan disiplin ilmu untuk memahami Al-Qur’an; al., luqoh, nahwu, shorof, ma’ni, bayan, badi’, tajwid, tafsir, ilmu tafsir, tarikh tasyri, aqidah, fiqih, akhlaq, hadits, ulumul hadits, tarikh, qiroat, tilawah, rosam, dll.
9.         Alif ibdal adalah alif pengganti dari huruf lain, atau alif ‘aridhi yaitu alif terbarukan.
10.      Alif nafsul kalimah alif pokok kata atau asli bukan tambahakn atau pengganti.
11.      Harokah adalah gerakan ketukan, lama bacaan, durasi; 1 harokah = 1 ketukan dst.
12.      Satu alif sama dengan dua harokah, satu setengah alif sama dengan tiga harokah.
13.      Sukun adalah terdiam dari gerakan (tidak bergerak), sedangkan Sukut terdiam dari suara (tidak bersuara sedikit pun).
14.      Sukun mayyiti (diperkirakan, samar) dan atau sukun hayyi (hidup yang jelas).
15.      Lahn Jali adalah kesalahan berat atau kesalahan fatal dalam membaca Al-Qur’an.
16.      Lahn Khofi adalah kesalahan ringan dalam membaca Al-Qur’an
17.      Huruf asli adalah huruf pokok bukan tambahan
18.      Huruf zaidah adalah huruf tambahan ; 14 huruf :  ( بكشف سألتمونيها )
19.      Huruf ibdal adalah huruf pengganti ; 9 huruf :  ( هدأت موطيا )
20.      Nama lengkap dari Imam Hafash adalah Hafash bin Sulaiman bin Al-Mughiroh Abu Umar bin Abi Daud Al-Asadi Al-Kufi Al-Ghodhiri Al-Bazzaz (90 – 180 H, di Kufah, Irak).
21.      Nama lengkap dari Imam ‘Ashim adalah ‘Ashim bin Bahdalah Abinnajud Al-Asadi Al-Kufi Al-Hannath (w ; 127 H, di Samawah, Syiria), merupakan  salah  seorang Imam Qiroat Sab’ah (Pemuka Bacaan Tujuh, Imam tujuh, Budurussab’ah).
22.      Hak sakat adalah huruf tambahan diantara 14 huruf tambahanyang berfungsi untuk melemaskan bacaan pada waktu wakaf agar tidak keras menghentak. Yaitu biasanya bila wakaf pada huruf hidup maka harus di tambah hak sakat; ‘amma menjadi ‘ammah, hua menjadi huah, maliya menjadi maliyah, sulthoniya menjadi sultoniyah, qi menjadi qih.
23.      Wajib adalah harus, bila dilaksanakan akan mendapat pahala dan bila ditinggal berdosa
24.      Jawaz boleh dilakukan atau tidak, dilaksanakan mendapat pahala sedangkan bila tidak dilaksanakan tidak mendapat dosa.
25.      Harom adalah terlarang, tidak boleh, harus ditinggalkan. Bila dilakukan akan mendapat dosa, sedangkan bila ditinggalkan akan mendapat pahala.
26.      Sunnah, tidak ada hukum sunnat dalam ilmu tajwid. Yang ada istilah sunnah berarti sesuai dengan sunnah rosul yang meliputi hukum wajib, jawaz dan harom.
27.      Idhgom adalah memasukan satu huruf kepada huruf lain yang ditandai denganّ
28.      Mutamatsilainatau mitslain shagir yaitu mengidhgomkan huruf yang sama pada sifat dan makhrojnya seperti (  إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِين ).
29.      Mutaqoribain mengidhgomkan huruf yang berdekatan pada makhrojnya (وَقَالَتْ طَائِفَة).
30.      Ahruf Fawatihussuar adala huruf-huruf hijaiyyah yang berada pada ayat pertama sebagai pembuka surat seperti (المالرالمركعيهصطهطسمطسيسصقن  ). Huruf yang penuh ma’na dan merupakan satu ayat penuh yang sempurna.


  H.     KESIMPULAN
1.         Membaca Al-Qur’an dengan tajwid merupakan Fardu ‘Ain (Keharusan bagi setiap muslim/at), sedangkan mempelajari ilmu tajwid dan ulumul qur’an lainya adalah Fardu Kifayah (Keharusan yang terwakilkan), dicukupkan oleh sebagiannya.
2.         Sakat istilah pelafalan yang paling mudah dibandingkan dengan sukut, sakt(u) atau saktah.
3.         Sakat merupakan salah satu hukum (ketentuan) cara membaca Al-Qur’an dengan baik, benar, tepat dan indah.
4.         Imam Hafash berpendapat bahwa sakat pada 6 (enam) tempat, sedangkan ulama Qiroat lain sepakat dengan yang 4 (empat) tempat dan berbeda pendapat pada 2 (dua) tempat lainnya
5.         Sakat adalah berhenti sejenak dengan lamanya disesuaikan( 2 s/d 4 harokat), tanpa menarik nafas dengan niat untuk melanjutkan bacaan pada waktu itu juga.
6.         Ketidaktepatan dalam membaca Al-Qur’an adalah kesalahan, penyimpangan dan penyelewengan yang hukumnya dosa jauh dari pahala.
7.         Keberadaan sakat mempertimbangkan lafadh yang tertulis atau ma’na yang terkandung di dalamnya, agar tidak terjadi keraguan dalam ma’na dan kerancuan dalam bacaan.
8.         Bila tidak dapat melafalkan sakat, lebih baik waqof (berhenti) secara sempurna pada iwajaa, marqodina, ‘aliim dan maa liyah. Sedangkan yang lainnya  dibaca idzhar, yaitu ; man-roq, bal-ron, tidak boleh waqof pada man dan bal.

   I.        PUSTAKA
1.         Al-Qur’an Al-Karim (Al-Qur’anul Karim), CV. Penerbit Diponegoro, Bandung, 2006.
2.         Ma’alimut Tanzil (Tafsir Al-Bagowi), Abu Muhammad Al- Husain bin Mas’ud bin Muhammad bin Farro Al-Bagowi, Dar Thoibah, Cairo, 1997.
3.         At-Tamhkid fi ‘ilmi at-Tajwid (At-Tamhkid fi ‘ilmit Tajwid), Syamsuddin ibn Jazari, Damascus, 1999.
4.         Al-Basith fi ‘ilmi At-Tajwid (Al-Basith fi ilmit Tajwid), As-Syaikh Badar Hanafi Mahmud.
5.         Goyah Al-Murid fi ‘ilmi At-Tajwid (Gaoyah fi ilmit Tajwid), ‘Athiyyah Qobil Nashr, Mauqi’ Subkah, Muskat Oman, 1990.
6.         An-Nahwu Al-Waafi, Abbas Hasan, Darul Ma’arif, kairo, 1982.
7.         Al-Miftah Fii Ash-Shorfi, Abu bakar Abdul Qohir ibn Abdur Rohman ibn Muhammad Al-Farisy, Muassasah Ar-Risalah, Beirut, 1987.
8.         Al-Jana Ad-Dani Fii Huruufi Al-Ma’any, Ibn Ummi Qosim Al-Murodi Al-Mishry, Darul Fikri Al-‘Arobi, Kairo, 2008.

  J.        PENUTUP
Demikian penjelasan sedehana dari penulis tentang sakat ini, mudahah-mudahan dapat bermanfa’at bagi penulis sendiri dan bagi seluruh pencinta Al-Qur’an.Juga permohonan ma’af dari seluruh pembaca dan pemerhati Al-Qur’an, tentu dalam tulisan ini terdapat kesalahan dan kealfaan.Semoga Allah memberikan maghfiroh dan ridho-Nya bagi kita semua.

2 komentar:

  1. Saya ingin bertanya tentang hukum sakat di fawatihu as suwar, disini dijelaskan wajib membaca sakat???? Bukankah ini masalah perbedaan qiroat? Dalam riwayat hafs qiroat Ashim tidak ada sakat di fawatih as suwar kecuali seperti di qiroat Abu Ja'far

    BalasHapus
  2. Tidak ada dalam riwayat Hafs sakat dalam huruf (fawatih as suwar) , atau mungkin ada sumber lain yg menerangkan bahwa ulama qiroat sepakat wajib membaca sakat pada fawatih as suwar huruf hijaiyah?

    BalasHapus